Selamat Bergabung

Kadang-kadang usilnya nggak ketulungan..tapi kadang-kadang,jahilnya kebangetan.Penuh canda tawa,suka duka dan kebersamaan diantara mereka selama 3 tahun ini.Dibumbui kisah persahabatan dan juga percikan asmara.Bagaimana jadinya?

Banner this blog

Kamis, 17 November 2011

Warna-Warni Kisah Putih Abu-Abuku Jilid #38





Tahu nggak siapa yang paling ditakutin di sekolahan gw? Tak lain dan tak bukan adalah kepala sekolah kami sendiri. Nggak makai dasi aja takutnya bukan main kalau ampe kepergok sama kepsek kami ini, apalagi kalau sampai ketahuan bolos kayak gini. Ini mah namanya celaka tigabelas. Mending loncat dari jurang deh daripada ketangkep basah.
Kami semua hanya bisa mesem-mesem kayak orang lagi nahan boker begitu ngelihat sosok kepsek kami yang ‘ramah’ itu. Apa yang bisa kami perbuat selain senyum-senyum menjijikan kayak gini coba?

Alhasil, kita semua langsung di suruh masuk ruang ber-ac. Ini nah kalau ibaratkan kata pepatah. “Lepas dari kandang buaya masuk ke kandang harimau”. Bukan maksud ngatain bapak loh pak. Nggak maskud nyama-nyamain, suer kok pak!

Kita pun masuk ke ruangan paling disegani satu sekolahan itu.

“Kalian sudah jagoan berani bolos upacara seperti ini?”

“Kita itu sekolah swasta. Kita selalu dilirik sama dinas pendidikan disini. Tahu nggak, apa pertanyaan pertama yang di sampaikan mereka waktu pertama kali sampai ke sini?”

Kami hanya bisa geleng-geleng ajeb-ajeb versi Project Pop.

“Mereka selalu nanya ‘Upacara nggak Pak sekolah ini?’ Itu pertanyaan yang selalu mereka tanyakan ke bapak. Kalau semua siswa seperti kalian, bagaimana bisa kita adain upcara? Kita itu harus buktikan pada dinas, kalau kita itu sama nasionalisnya dengan sekolah-sekolah negeri di sini. Jangan sampai ketika mereka dating pas upacara dan datang ke kelas-kelas, tapi ada siswa yang nggak ikut upacara. Kalian mengerti kan?”

“Kenapa diam saja? Jawab!!!”

Demi naga terbang di layar kaca Indosiar, gw kaget banget ketika kepsek kami itu menggebrak mejanya. Untung Beliau bukan atlet karate. Kalua nggak, bisa rubuh tu meja kena hantaman tenaganya. Nggak jadi atlet karate aja udah retak-retak tuh meja. Kayaknya setiap seminggu sekali ganti meja nih kepsek kami ini. Hihihi..

“Iya.. Ngerti Pak!”

“Sekarang, kalian ke lapangan upacara dan berdiri di sana sampai waktu yang Bapak tidak tentukan.”

“Apa?” Fora spontan berujar.

“masih tidak pergi?”

Tanpa babibu lagi, kami lekas menuju TKP. Keluar dari pintu menuju lapangan kami langsung di sambut riuh siswa lain yang sedang upacara.

Nampaknya upacara sudah sampai ke segmen nasehat dari Pembina upacara. Saat itu yang sedang jadi petugas adalah Pak Israndani.

“Kalian semua ke sini. Perkenalkan diri kalian ke temen-temen kalian di sini. Sebutkan nama, asal kelas dan kenapa kalian bisa sampai berdiri di sini.” ujar Pak Isran seraya menyodorkan microphone ke Ita yang berada paling dekat dengannya.

Ita Nampak ragu melangkah ke podium Pembina, akhirnya Ita stuck di podium Pembina.

“Nama saya Ita Natalia dari kelas 1 Ak 1, saya bisa berdiri di sini karena tertangkap basah oleh Pak Yan sewaktu bolos upacara ini.”

Ita lantas turun dari podium dan menyerahkan microphone nya pada Fora. Dengan tampang tak berdosa, 

Fora langsung menaiki podium dengan langkah pasti.

“Nama saya Fora dari kelas 1 AK 1, alasan saya berdiri di sini sama dengan teman saya Ita tadi. Terima kasih.”

Astaga nih Fora, dia kira lagi pidato kali yah pake acara terima kasih segala.  Nggak bisa di percaya. 
Hihihiii…

Giliran ketiga akhirnya nyampe juga ke gw. Gw bukannya takut ngomong depan podium di sini. Tapi gw takut ngelihat tatapan koko dan cici gw. Ngelihat gw yang lagi-lagi bikin masalah di sekolahan.

“Nama saya Bobby, saya dari kelas 1 AK 1, alasan saya juga sama dengan Fora dan Ita tadi.”

Setelah giliran gw, Ferdi dan Fendi pun menyelesaikan tugasnya dengan kata-kata yang sama persis dengan Fora dan gw.

Matilah kali ini, pasti gw di aduin lagi nih sama Bonyok gw. Kalau Ko Randy sih ga bakalan ngadu, nah ini, cici gw, mulutnya bawel banget, mana mungkin nggak ngadu. Siap-siap double terima hukuman di rumah aja.

“Ini contoh siswa-siswa rajin di sini. Mereka begitu mencintai negerinya sendiri sampai-sampai ga perlu ikut upacara lagi.”

Siulnya yang lain pada ngetawain kita orang. Gw nggak ikut upacara tuh karena kondisi gw emang lagi drop, daripada nanti dipaksakan tiba-tiba jederrr pingsan, kan barabe tuh. Kata orang ‘Lebih baik mencegah daripada mengobati’, bener nggak tuh? Hihihiii..

Tak lama kemudian, upacara bendera pun berakhir. Semua peserta upacara dan guru-guru meninggalkan lapangan upacara. Tinggallah 5 cecunguk di lapangan upacara itu.

Haus dahaga semakin menjadi-jadi, menggelora dalam dada dan membatin dalam jiwa. Matilah gw kali ini, udah lemes ditambah lemes lagi, kalau lama-lama kayak gini bisa pingsan gw.

Secercah harapan datang ketika Pak Yanuar teriman, Kepala Sekolah tercinta kami menghampiri. Berharap datangnya hujan di kala musim kemarau panjang, itulah yang sedang kami rasakan saat ini. Mudah-mudahan Pak Yan berbaik hati menghentikan hukuman kami dan mempersilahkan kembali belajar di dalam kelas.

“Bobby.. Kamu ikut bapak sekarang.”

“Saya?” gw berkata dengan penuh keterkejutan. Apa salah dan dosa gw coba, kenapa Cuma gw yang di panggil, kenapa gak bareng-bareng aja sih, susah senang suka duka kan bisa di tanggung bersama, gw nggak mau, ga ga ga mau..

“Saya Pak?”

“Iya kamu. Masa Pak Tarno.”

Gw pun berjalan berjalan mengikuti langkah Pak Yan sembari melirik ke arah temen-temen gw yang lain.

“Ganbatte!!” mulut Ita bekomat-kamit menyemangati gw sambil mengepalkan tangannya.

“Kamu pasti bisa.” teriak Fendy yang serasa kontras dengan Ita.

“Diam.” Suara Pak Yan menggema satu sekolah ampe rubuh seketika sekolahan gw. Ga segitunya deh. Hehee.. Cuma teriakannya berhasil membuat Fora, Ita, Fendy dan Ferdi diam mematung.

Tak lama gw sampai di ruang ‘ber-ac’ bersamaan dengan Pak Yan tentunya.

“Kamu boleh kembali ke kelas.”

“Apa Pak?”

“Kamu boleh kembali ke kelas.”

“Gimana dengan temen-temen saya Pak?”

“Gimana apanya?”

“Mereka juga nggak ikut masuk ke kelas?”

“Kamu tahu kenapa kamu saya bolehkan kembali ke kelas?”

“Sepertinya saya tahu Pak, pasti karena LKTD itu kan Pak?”

“Pintar kamu.”

“Tapi Ferdi juga ikut LKTD itu loh Pak.”

“Benarkah? Baiklah sekarang kamu panggil Ferdi dan kalian berdua boleh kembali ke kelas.”

“Semuanya saja Pak.”

“Saya bilang Cuma kalian berdua.” nada suara Pak Yan mulai melengking.

Kalau udah gini, maafin gw temen-temen, gw nggak bisa bantu kalian. Kalau hariamau udah mulai marah, gawatttt!!!

“Baik Pak, saya permisi dulu.” gw pun menutup pintu kantor secara perlahan, lantas bergegas menuju lapangan lagi.

“Fer.. Lu boleh balik ke kelas bareng gw. Tapi maaf nih buat yang lain, gw bener-bener nggak bisa bantu. 
Kalian mesti stay di sini ampe di panggil lagi oleh Pak Yan. Maafkan gw yah all. Gw dan Ferdi caw dulu nih.”

“Curang nih, ga sehati sepenanggungan.” Fora berujar tak terima.
Akhirnya gw hanya bisa menatap iba mereka, gw dan Ferdi berjalan semakin menjauh dari mereka.

“Selamat berjuang temen-temen.” teriak gw penuh haru.

1 komentar:

  1. sudah saya follow balik,,
    gpp gambar itu,,
    di browser saya tidak mengganggu,
    tergantung browser yang dipakai dan setingannya atau setingan resolusi monitor...
    =)

    BalasHapus